Senin, 30 September 2019

Rihul Amar


Riihul Ahmar,

Atau kita mengenalnya dengan istilah "angin duduk". Menurut ilmu kedokteran, angin duduk adalah rasa nyeri yang sangat pada bagian dada, disebabkan adanya penyumbatan aliran darah yang menuju ke otot jantung. Tentunya banyak sekali penyebabnya, diantaranya obesitas, tensi tinggi, pola hidup yang kurang sehat, dan lain sebagainya.

Jika ditilik dari sudut pandang agama, maka kita akan menjumpai kisah tentang Nabi Sulaiman yang kaya raya dan menguasai seluruh alam termasuk jin, setan, bahkan angin, dikarenakan ilmu pengetahuannya yang luas.

Pada suatu ketika, Nabi Sulaiman a.s. duduk di atas singgasananya. Lalu, datanglah "satu angin" yang cukup besar, maka bertanyalah Nabi Sulaiman,
"Siapakah engkau...?"
Maka dijawab oleh "angin" tersebut,
"Akulah angin Rihul Ahmar. Bila aku memasuki rongga Anak Adam, maka ia akan lumpuh, dan keluar darah dari rongga hidungnya. Dan apabila aku memasuki otaknya,  maka ia akan menjadi gila."

Nabi Sulaiman a.s memerintahkan umatnya untuk membakar angin tersebut.
Namun berkatalah Rihul Ahmar, 
"Aku ini kekal sampai hari kiamat tiba. Tiada seorangpun yang dapat membinasakan aku melainkan Allah SWT." Lalu ia pun menghilang.

Diriwayatkan pula bahwa, cucu Nabi Muhammad SAW terkena Rihul Ahmar. Sehingga keluar darah dari rongga hidungnya.
Maka datanglah malaikat Jibril kepada Nabi untuk mengajarkan suatu doa dari Allah. Saat doa tersebut dibacakan kepada cucunya, dengan izin Allah dalam sekejap anak tersebut sembuh.

Lalu Nabi bersabda, "Barangsiapa membaca do'a Sroke / do'a Rihul Ahmar', walaupun sekali dalam seumur hidup, maka Insyaallah ia akan dijauhkan dari Penyakit 'ANGIN AHMAR atau STROKE.

Maka do'a supaya kita dijauhkan dari Angin Ahmar dan Penyakit Kronis tersebut adalah.

اللهم إني أعوذبك من الريح الأحمر والدم الأسود والداء الأكبر

"Allohumma innii a'uudzubika minar riihil ahmar, wad damil aswad, wad daail Akbar."
Yang artinya,
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari Angin Merah dan dari Darah Hitam (stroke) dan dari Penyakit Berat."

'Riihul Ahmar' biasa masuk pada saat seseorang tidur bakda Ashar hingga waktu Isya'. Maka hindarilah tidur diwaktu iyu sekantuk / secapek apapun.

Semoga kita senantiasa dalam balutan sehat wal 'afiat,  aamiin ya Rabbal'alamiin.

^_^_^_^_^_^_^_^_^_^😊

Minggu, 29 September 2019

Gema IV

Ngambang,

Dalam bahasa Jawa, ngambang artinya bimbang pada pilihan, atau tidak yakin. Ibarat benda yang terombang ambing di permukaan air.

Kali ini, Bulan tidak hanya dibingungkan oleh peryataan Bintang yang tempo hari terang-terangan menyatakan bahwa ia ingin lebih dekat dengannya. Di lain sisi, ada Kang Lutfi yang juga menaruh perhatian pada Bulan.

Akhirnya Bulan memutuskan untuk bercerita pada senior kampusnya yang telah alumni. Mas Bagus namanya. Awal masuk ke pesantren mahasiswa tempat ia tinggal, teman sekelasnya mengenalkan Bulan pada kakaknya, mas Bagus.

Ia seorang muazin di salah satu mesjid besar di kota Surabaya yang juga sudah bekerja di sebuah kantor. Bulan dan Bagus sering mengobrol tentang apapun, termasuk tentang jodoh. Suatu ketika Bagus bertanya,
"Lan, pingin punya suami yang seperti apa nanti?"
"Suami ya ... Pastinya laki-laki yang sholeh."
"Adakah kriteria tertentu yang paling kamu suka, Lan?"
"Apa ya ... Mm ... Paling tidak, ia suka berjamaah subuh di mesjid, atau seorang Muazin lah."
"Hah? Kok bisa gitu?"
"Kenapa, aneh ya? Mm ... Ya karena aku paling suka mereka yang memperjuangkan sholat, terutama subuh."
"Wah ... Unik juga. Berarti aku ini masuk kriteriamua ya?"
"Ah, apaan sih." Keduanya pun tertawa.

Awal pembicaraan itu adalah ungkapan mas Bagus pada Bulan, sayangnya Bulan tidak peka hingga mengacuhkannya. Ia menganggap kedekatan mereka sebatas teman biasa, atau senior dengan yuniornya. Hingga, di suatu pembicaraan lewat telepon,
"Mas, aku tadi di deketin Kang pondok, tetapi langsung kutolak baik-baik."
"Hahaha, beneran berani nolak?"
"Iya, aku langsung bilang kalau aku tidak nyaman."
"Wah, kendel juga kamu Lan."
"Tapi ada juga teman sekelasku yang bilang kalau dia nyaman denganku dan ingin serius."
"Lalu, kamu jawab apa?" Suara di seberang terdengar sangat antusias.
"Yah, kubilang padanya, kalau mau serius ya harus dengan persetujuan orangtua masing-masing."
"Dia terima?"
"Iya. Dia langsung telepon ibunya dan bercerita tentang aku."
"Jadi, kamu juga terima dia?"
"Iya."
Hening ...

"Mas Bagus ... Kok diam?"
"Wah ... Aku keduluan ini ternyata."
"Hah? Keduluan apa? Apa maksudnya?"
"Aku keduluan temen kelasmu itu, Lan."
Bulan berusaha mencerna maksudnya , lalu ...
"Hah! Ya Allah, Mas. Jadi selama ini, maksudnya itu Mas suka sama aku juga?"
"Iya, jelaslah aku suka. Kamu tidak sadar?"
Senyap ...

"Maafkan aku, maaf ya, Mas. Aku tidak bermaksud menyakiti hati sampeyan. Maaf banget pokoknya. Semoga Mas Bagus lekas bertemu dengan wanita yang lebih baik dariku. Pokoknya maafkan aku".
"Kamu tidak peka ya, Lan."
"Maaf, Mas, maafkan aku ...."
"Ya sudahlah, mungkin kita belum berjodoh. Semoga langgeng hubunganmu dengannya ya, Lan."

Dan telepon terputus.


To be continue ^_^

Sabtu, 28 September 2019

Tantangan ke-3

Nenek moyang mengajarkanku bahwa wanita adalah wani tapa, berani bertapa.
Judul Buku : Hati Suhita
Penulis        : Khilma Anis
Penerbit      : Telaga Aksara
Cetakan XII: Mei 2019
Halaman    : 405
ISBN            : 978-602-51017-4-8
Sinopsis      :
Dalam lingkup keluarga kepesantrenan yang berkutat pada ilmu agama, kedisiplinan, kepiawaian dalam mengurus ribuan santri, atau hadir di podium undangan masyarakat dengan fasilitas lengkap dan gelar terhormat dalam keluarganya ditolak mentah-mentah oleh seorang putra tunggal Kiai besar pesantren Al-Anwar, Raihan Al-Birruni, atau dikenal dengan Gus Birru. Ia memilih menyukai buku-buku filsafat barat, menghimpun pergerakan mahasiswa, mendirikan penerbitan, bahkan membuka cafe yang kesemuanya tentu berseberangan dengan keinginan Abahnya.

Maka sejak memasuki jenjang sekolah menengah (Mts), Gus Birru telah dikenalkan oleh kedua orangtuanya dengan seorang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya, putri dari teman keduanya yang juga merupakan Kiai besar.
Alina Suhita. Perempuan dari trah darah biru pesantren dengan moyang pelestari ajaran Jawa. Ia mengenal dan menyayangi orangtua Gus Birru melebihi orang tua kandungnya.

Gus Birru menerima perjodohan itu karena Ummiknya. Di belakang mereka, keduanya saling diam, cuek, bahkan Alina tidak pernah sekalipun disentuhnya. Keduanya hidup dalam sandiwara pernikahan. Karena bagi Gus Birru, masih ada sosok yang bertahta dalam hatinya, Ratna Rengganis. Sosok yang aktif berorganisasi, pandai berjejaring, cantik, dan aktif dalam kepenulisan. Keduanya sangat dekat saat masih aktif di dunia pergerakan mahasiswa, bahkan Rengganislah yang mengusulkan mendirikan sebuah cafe.

Karena gejolak yang dialami Suhita, hampir saja ia menyerah. Namun ada sosok yang selalu datang menguatkannya, Kang Darma. Ia memahami dan menyayangi Suhita sejak masih menjadi santrinya di Pesantren. Dan keduanya memiliki perasaan satu sama lain meski tak pernah diungkapkan karena menjaga muruah atau jatidiri seorang santri.

Akankah Suhita berterusterang tentang perasaannya pada Kang Darma?..
Atau Suhita tetap memperjuangkan pernikahannya? 💖
Kehidupan seorang "Santri" di buku ini, digambarkan sangat menjunjung tinggi nilai akhlak dan moral sebagaimana diajarkan oleh leluhur serta agama yang sesungguhnya dengan digambarkan pada perwatakan tokoh pewayangan seperti Arjuna, Yudistira, Bima, Srikandi, Banowari, Dewi Arumbi, Ekalaya, dan masih banyak lagi, lengkap dengan kisah dan pelajaran yang dapat kita ambil.

Sambil baca, nikmati lagunya ya...


Kelebihan :
Buku ini sangat menarik kawan... Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Baik tentang kesabaran Suhita, kepatuhan Gus Birru, keteladanan Kang Darma, kesetiaan Aruna, keikhlasan Rengganis, dan kepedulian Abah dan Ummik tentunya. Semua tokoh memiliki karakter kuat dan semuanya memiliki sikap yang menggambarkan filosofi Jawa, "Mikul dhuwur mendem jero". Dan tentunya pembaca akan disuguhkan dengan berbagai kekayaan leluhur Jawa, baik nasihat-nasihat bijaknya lewat tokoh pewayangan, maupun lokasi bersejarah yang memiliki keunikan dan kisah tersendiri yang jarang kita temui di buku manapun, meski saat masih di bangku sekolah dulu.

Kekurangan :
~sangat tebal, tetapi sekali baca, pasti ketagihan untuk menuntaskannya 😊
~tidak ada ilustrasi, pembaca dibebaskan untuk berimajinasi setinggi-tingginya.
~banyaknya kosa kata berbahasa Jawa. Tetapi sudah dilengkapi dengan glosarium. Meski ada satu dua yang belum tercantum.
~cover sampul yang biasa, namun tetap menyimpan daya tarik tersendiri.
~ada beberapa kejanggalan, seperti kendaraan yang dipakai terlalu waw, tetapi masih tetap diterima.


😊🙏 bingung apa kelemahannya. Karena bagi saya yang kurang suka membaca, Suhita ini punya magnet yang kuat dalam setiap kalimatnya, hingga saya mampu menuntaskannya dalam 2 hari setelah ratusan purnama tidak pernah membaca, apalagi menuntaskan satu novel. 😊🙏

Selamat menikmati .... 😊🙏

Jumat, 27 September 2019

Penerus Bangsa

                     Darah muda

Rintihan bumi
Meminta keselarasan 
Harmoni 
Tanpa darah 
Tanpa air mata 

Darah muda 
Bukan merah muda
Begitu menggelora 
Menangkap yang jauh 
Melempar yang di tangan 
Penuh umpuk asa 
Menyulam cita penuhi asmara 

Meniti kata 
Mengikat makna 
Pada yang disuka 
Bagai kereta 
Melaju pada porosnya

Meski senja menyapu mentari 
Dan malam mengikat sunyi 
Tetaplah melaju 
Bersama kidung abadi 

Memintal cita. Menggulung cinta, membuih samudra. Remaja 

Usir semu harap melaju 
Yakin bertemu, asa. 

Ukir tawa, kawan semasa 
Mengalir cinta, abadi. 


Wani nata, wani ditata, lan wani tapa(wanita). 

Rabu, 25 September 2019

Alala

Ngangsu kaweruhan,

atau dalam Bahasa Indonesia adalah proses mencari ilmu itu memang sangat melelahkan. Adakalanya semangat yang dimiliki peserta didik itu pudar hingga muncul keinginan untuk berhenti di tengah perjalanan.

Kepayahan dalam belajar itu lebih baik dari pada penyesalan karena kebodohan di kemudian hari. 

Harapan setiap orang tua adalah melihat anak-anaknya berprestasi dan mampu meningkatkan kualitas diri. Tidak ada salahnya mereka berharap tinggi pada sistem pendidikan yang telah mereka pilihkan untuk anak-anak mereka, namun sekiranya banyak sekali orangtua yang lupa bahwa pendidikan pertama dan utama adalah berawal dari "Keluarga". Jadi, konsistensi motivasi yang diberikan oleh guru maupun orangtua sangatlah dibutuhkan oleh mereka selama proses belajar.

Dalam kitab "Alala", sebuah kitab tipis yang menjadi rujukan bagi setiap pendidik maupun peserta didik, yang berisi nadhom atau bait-bait syair yang disusun oleh seseorang yang pernah mondok di Pesantren Lirboyo, Kediri. Dalam cetakan lama tertulis nama penyusunnya " Muhammad Abu Basyir Al Dimawi".

Kitab ini menerangkan beberapa hal penting yang harus dimiliki dan diperhatikan bagi seorang murid atau santri dalam menuntut ilmu, diantaranya;
1. Kecerdasan
2. Kecintaan
3. Kesabaran
4. Bekal atau biaya
5. Bimbingan dari guru, dan
6. Membutuhkan waktu yang lama.

Dalam bait-bait syair selanjutnya, diterangkan tentang;
~ Bagaimana mencari teman/pergaulan
~ Metode dalam belajar
~ Keharusan adanya peningkatan dan tambahan pengetahuan (Istifadah/mengambil faidah)
~ Keunggulan ilmu fiqh dari cabang ilmu lainnya
~ Motivasi belajar
~ Keunggulan seorang yang berilmu
~ Bahayanya orang bodoh yang rajin ibadah, tetapi tanpa ilmu.
~ Kedudukan seorang guru
~ Tata cara bergaul
~ Beberapa tingkatan manusia.

Kemudian, penutup dalam kitab tersebut berisi beberapa syair yang dinisbatkan atau disandarkan pada Sahabat Ali bin Abi Thalib tentang utamanya merantau atau bepergian untuk menuntut ilmu.

Syair dalam kitab ini berbahasa Arab dengan syarah atau keterangan  berbahasa Jawa dan dilafalkan menggunakan nada atau lagu sesuai yang diajarkan oleh guru.
Selamat membaca. 😉












Rindu

Rindu...

Tahukah kamu,
Rasa itu begitu membelenggu
Tak mampu terurai oleh kata dan waktu
Hanya mereka yang sanggup dan mampu
Menahan perih bagai tersayat sembilu

Kau yang disana
Bayangmu hadir mengusik jiwa
Menghujam kuat ke dalam dada
Membuat raga begitu menderita.

Anganku melayang tanpa perantara
Berharap mampu bertatap mata
Bertukar rindu atau memberi warta
Walau hanya sekejap saja
Melipur lara yang kian menganga

Netra tak mampu menatap
Lisan tak mampu mengucap
Raga tak kuasa mendekap
Kaki pun tak lagi berderap
Namun, rasa ini seakan terbang bagai burung tak bersayap
Senyap

Tak berdiksi,
Tak bernyanyi
Berteman sepi
Berharap kau kembali

Rindu...
Betapa ku tak mengerti
Mengapa kau begitu berduri
Mengiris dan menyayat hati ini
Hingga gontai dan tak mampu lagi berdiri
Hanya padaNya, ku ingin berlari
Mengharap rengkuhan sang Ilahi
Hingga kedamaian kembali pada diri ini





~~~~~~~~~~~~~~



Selasa, 24 September 2019

Gema III

Kamu, dan Dia.

Selesai sudah kajian tafsir dari Abah setelah sholat subuh. Para santri bergegas turun ke lantai bawah untuk mengantri mandi. Bahkan mereka rela duduk terkantuk-kantuk pada anak tangga, menunggu giliran masuk ke kamar mandi.

Tiba-tiba suara gadis dari lantai tiga memanggil,
"Lan, ada telepon ini."
"Siapa?"
"Tak tahu aku. Nomor tanpa nama."
"Nanti saja, aku mau masuk ini."
"Ya sudah."

Gadis yang dipanggil "Bulan" itu telah menyelesaikan mandinya. Dia bersiap untuk berangkat kuliah. Lalu saat hendak mengambil sepatu dan turun ke lantai bawah, gawainya berdering memanggil. Ia menatap layar beberapa saat, lalu mengangkatnya.
"Assalamualaikum, ini dengan siapa ya?"
"Waalaikumsalam, Alhamdulillah akhirnya diangkat juga," Suara lelaki di ujung sana.
"Iya, Anda siapa?" Tanya Bulan sedikit menggertak.
"Sabar Ning, Sabarlah ... Aku Cak Lutfi, mau tanya sesuatu, bolehkan?"
"Cak Lutfi siapa? Kenapa telepon di nomor saya?"
"Lutfi lantai bawah,Ning. Masak tidak tahu?saya semester enam."

Tempat Bulan menetap selama kuliah adalah pesantren mahasiswa atau pondok yang di khususkan bagi mahasiswa dan terletak di sekitar kampusnya. Bangunan ini terdiri dari tiga lantai dengan dua lantai atas dikhususkan untuk mahasiswi dan lantai dasar untuk mahasiswa.

Hening sesaat, lalu,
"Oh iya, Cak. Ada perlu apa ya?"
"Tidak ada apa-apa, Ning. Hanya mau tanya, sampeyan sudah makan?"
Gadis di seberang diam saja.
"Ning, kok diam saja. Apa tidak boleh saya tanya demikian?"
"Tidak apa-apa. Saya sudah makan dan ini mau berangkat. Sudah ya, Cak. Maaf saya tutup. Wassalam."

Bulan bergegas turun ke lantai bawah sambil bersungut. Kenapa juga ada cowok yang menanyakan hal sepele seperti itu, pikirnya.
Ia bertemu teman-teman kampusnya di ujung jalan. Saling bersalaman ala mahasiswa dan bertukar kabar, lalu mereka berjalan menyusuri gang-gang kecil diantara rumah penduduk untuk lebih cepat sampai ke kampus.

"Hai Mbak ... Nanti kita ketemu di warnet ya," Tiba-tiba suara seseorang dari bangku belakang menyambut kedatangan Bulan yang mengambil tempat duduk di baris depan.
"Oh, kamu ternyata. Ke warnet ya, kapan?"
"Kok kamu, sih. Panggil aku "Bin", ya Mbak."
"Iya, Bin. Panggil juga namaku, Bulan." Keduanya tertawa karena nama mereka seakan ditakdirkan untuk bertemu.
"Mbak Bulan tinggal dimana?"
"Tidak usah pakai "Mbak", Lan saja ya," lesung pipit gadis itu nampak di kedua pipinya, ia melanjutkan,
"Aku di gang tiga, Wonocolo. Kamu?"
"Aku semester ini masih ikut teman di daerah Menanggal."
Diam, saling memandang.
"Jadi, kapan kita ke warnet untuk mengirim tugas?" Bulan menyadarkan tujuan awal obrolan mereka.
"Oh, iya. Bagaimana kalau sore sepulang dari kampus? Di gang Muayyad ada warnetnya. Biar sampean gak jauh-jauh."
"Ok, nanti tak ajak teman."
Obrolan mereka harus berakhir dengan masuknya dosen pengampu saat itu.

Sore itu di ujung gang, dua orang gadis berjilbab longgar dengan bawahan sarung tampak menengok ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu,
"Eh, itu dia sudah datang."
"Ok, aku tidak apa-apa ikut nih? Takutnya mengganggu kalian." Seloroh salah satu gadis itu.
"Ih, apaan sih. Tidak apa-apalah, orang kita hanya kirim tugas." Keduanya pun tertawa.

Sebuah sepeda motor beat hitam berhenti di hadapan mereka, lalu pengendaranya membuka helm,
"Maaf menunggu ya. Kalian tahu gang Muayyad kan?"
"Iya, silahkan duluan. Kami menyusul."
Setelah berpamitan, lelaki itu melaju meninggalkan keduanya.
Dua gadis itu berjalan beriringan sambil bercanda sepanjang perjalanan.

Satu komputer telah dipesan oleh laki-laki itu saat dua orang gadis sampai ke warnet. Kebetulan masih banyak komputer yang tidak terpakai, maka teman gadis itu memutuskan untuk memakai komputer lain di samping mereka berdua.

"Lan, sudah punya email?" Tanya laki-laki itu.
"Belum, aku belum pernah buat."
"Mau aku buatkan untukmu? Kebetulan saat SMA dulu aku sudah punya.
"Begitu ya. Oke lah."
Lalu keduanya membuka "google" dan mengisi form pendaftaran pembuatan email. Saat pengisian tanggal lahir, tiba-tiba lelaki itu kaget,
"Lho, sampeyan kelahiran tahun ini, beneran?"
"Iya, kenapa?"
"Berarti tiga tahun di atasku, sampeyan seniorku berarti."
"Ah, masak sih?"
"Tapi gak papa kok, aku malah lebih nyaman dengan orang-orang yang usianya di atasku."
"Hah, maksudnya apa?"
"Boleh kita lebih dekat, Lan? Eh, apa aku panggil mbak saja ya," ada binar yang terpancar dari mata laki-laki itu. Ia melanjutkan,
"Sepertinya aku sangat nyaman bisa ngobrol dengan sampeyan."
"Hah, apa sih maksudnya? Panggil nama seperti biasanya saja. Kita sama-sama semester dua kok... Ah, sudah, sudah.  Lekas kita kirim tugasnya sebelum gerbang pondokku digembok nanti." Gadis itu salah tingkah dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
Sontak, lelaki dan teman gadis itu tertawa mendengar jawaban pengalihan dari pembahasan mereka yang seharusnya serius.

Mereka pun akhirnya berpisah setelah berhasil membuat email dan mengirim tugas.
"Sampai jumpa besok di kampus, ya Lan. Mbak Indah juga." Lelaki itu melambai pada kedua gadis itu.

Keduanya berjalan ke arah Pesantren tempat mereka tinggal. Di samping gerbang nampak seorang lelaki yang berdiri seakan menunggu seseorang.
"Assalamualaikum, Ning."
Lelaki itu menyapa dua gadis yang muncul dari ujung jalan. Keduanya menundukkan pandangan sambil terus berjalan.
"Waalaikumsalam, Kang."
Panggilan "Kang" biasa diberikan kepada santri putra atau mahasiswa yang tinggal di Pesantren.
"Ning Bulan, boleh kita bicara sebentar?"
"Ada apa ya, Kang?"
Teman gadis itu hendak melarikan diri karena merasa canggung. Namun tangan Bulan menggandeng erat tanda ia tak mau ditinggalkan sendiri.
"Boleh kan saya tanya-tanya tentang sesuatu pada Ning Bulan? Pemahaman saya tentang agama masih kurang, khususnya dalil naqli yang sudah Ning kuasai."
"Mm... Maaf ya, Kang. Lebih baik tanyakan saja pada abah atau teman laki-laki, saya ini perempuan dam belum bisa apa-apa."
"Tetapi, Ning ... ,"
"Maaf, Kang. Saya tidak suka seperti ini, dan tidak nyaman. Silahkan langsung ke abah atau yang lain saja. Maaf. Assalamualaikum."
Bulan menarik tangan temannya dan mereka berjalan cepat meninggalkan laki-laki yang masih berdiri di belakangnya, memandangi keduanya sambil tersenyum simpul.



@to be continue@










Minggu, 22 September 2019

Wisata Religi

Wisata Religi,
Wisata yang bukan sembarang wisata. Banyak sekali manfaat yang didapat, terutama pelajaran tentang kegigihan para pendahulu untuk menyebarkan agama Islam di pelosok-pelosok Nusantara.
Gunung Pring, Magelang
Begitu juga, hal yang akan didapatkan adalah ketenangan dan semangat untuk dapat meningkatkan kualitas hidup, baik itu kualitas ibadah maupun kualitas bersosial. Dilain sisi, mengadakan wisata religi mampu memberi efek yang sangat baik bagi orang-orang tertentu.

Misalnya mereka yang mempunyai keluhan dengan adanya gangguan dari energi negatif seperti teluh, santet, nasab,  maupun keadaan yang bersinggungan dengan hal yang tak kasat mata. Dipercaya atau tidak, keberadaan energi positif dari leluhur mampu menjadi terapi tersendiri bagi mereka.

Di daerah Jawa Tengah, diantara tempat yang dapat dikunjungi adalah Makam Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Raden Fattah Demak, Sunan Tembayat, dan Makam para Aulia di Gunung Pring. Tentunya masih banyak lagi destinasi  untuk wisata religi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Madura, dan Bali. Kesemuanya pasti membawa pengalaman tersendiri bagi para peziarahnya.

Bagi masyarakat Indonesia, bukan hal aneh melakukan wisata religi, meski sebagian orang ada yang mengesampingkan hal ini. Namun menurut penulis sendiri, baik sekali untuk mengadakan perjalanan religi, entah itu perorangan maupun rombongan. Karena pasti ada hal positif yang akan didapat setelahnya, paling tidak, seseorang itu jadi tahu tentang sejarah budaya negara kita, dan nasihat terbaik adalah "Kematian." Salam.

Jumat, 20 September 2019

Meliuk


Datangmu selalu di nanti
Pagi buta hingga malam gulita
Peluit memekik di angkasa
Pertanda datangmu tiba

Bergegas mengantri
Masuk lalu mencari
Netra menatap bumi
Yang seakan sedang berlari

Riuh rendah pada jalanmu
Lurus atau meliuk pada tujuanmu
Mengantar sejuta asa
Tuk kembali pada mereka yang di sana

Datang dan pergi
Naik dan mencari
Turun tapaki bumi
Sederhana namun disukai

Kini, wajahmu baru
Baumu pun baru
Meski kadang buatku ragu
Untuk sekedar memasukimu
Karna harus ini dan itu

Bukan naik dengan percuma
Seperti lagu saat balita
Bukan Bandung atau Surabaya
Tapi semua kota asal ongkosmu ada

Tut tut tut
Siapa hendak turut
Wahai engkau yang masih cemberut
Tersenyumlah kalau tidak mau cepat keriput ....


^_*_*_^_*_^_*_*_^_^_*_^_^



Gema II

Aku, Kamu

Libur kuliah sebentar lagi tiba. Gak nanggung-nanggung liburnya dua bulan penuh loo. Satu bulan biasanya diisi dengan libur dan kegiatan ekstra kampus, satu bulan setelahnya khusus untuk pemrograman. Setiap mahasiswa baru akan dikumpulkan di ruang Gema atau Gedung Mahasiswa, untuk mendapatkan seminar pengenalan kampus dan mereka telah diprogramkan alias mendapatkan paket jadwal kuliah untuk satu semester.

Lain halnya untuk semester dua dan seterusnya, mereka harus bejibaku dengan laptop atau pergi ke warnet untuk melakukan pemrograman online dengan memilih mata kuliah, dosen pengampu, jam kuliah, serta kelas yang sesuai dengan keinginan mereka.

Jika beruntung, mereka mendapatkan dosen dan jadwal yang sesuai keinginan hati. Jika kurang beruntung, mereka harus mengulang membuat jadwal dengan pilihan dosen lain, agar tidak ada benturan jadwal dengan mata kuliah lain. Tak ayal waktu satu bulan dirasa masih kurang untuk mengurus hal semacam ini.

Riuh rendah suara obrolan mahasiswa yang melewati Gema,
"Asik nih, sebentar lagi libur panjang. Aku mau jalan-jalan dan cari baju ke Wonokromo (nama salah satu pasar), mau ikut ta?"  Suara salah satu gadis.
"Gak ah, aku harus pulang. Ibuku sudah telepon kemarin." Jawab gadis satunya.
" Kalau aku mau ikut teman ke pondoknya, seru kayae." Gadis lain menimpali.
"Yaudahlah, penting kita pemrograman bareng ya."
Lalu mereka tertawa dan berpisah menuju kelas masing-masing.

Setelah dosen menyelesaikan materi, beliau beranjak keluar kelas sambil mengatakan,
"Silakan cari kelompok masing-masing. Minimal dua orang ya. Tugas nanti dikirim lewat email."
Lalu semua mahasiswa beranjak mencari teman untuk tugas kelompak.

 Nampak seorang gadis berjilbab abu bermotif bunga, berdiri memegang buku absen seolah berusaha mencari sesuatu. Tiba-tiba dari arah belakang ...
"Mbak, ini lo namaku." Lelaki jangkung itu menunjuk sebuah nama dalam buku absen. Tertulis nama yang simpel dan mudah sekali untuk diingat, "BINTANG."
Gadis itu tersenyum. Belum sempat ia menjawab,
"Ayo kita satu kelompok ya, boleh minta nomor gawainya?"
Seakan tersihir dengan gaya lelaki di hadapannya yang nampak sederhana namun terbuka. Gadis itu mengambil gawai dalam tas selempang dan memberikan nomornya.

"Besok saya hubungi ya, Mbak."
 Lelaki itu berlalu dengan senyum simpul dan melambaikan tangan.
Membuat sang gadis tak bergeming, terpana. Jantungnya berdegup keras, panas dingin di sekujur tubuh, dan kaki terasa berat untuk melangkah. Sampai datang teman perempuannya dari kelas lain menghampiri,
"Hai, ayo pulang. Ada apa kok bengong?"
"Ah, tidak ada apa-apa. Ayo pulang." Ia tersenyum memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Oh, Tuhan ... Apakah ini?...

@to be continue@




Kamis, 19 September 2019

Porsi-Literasi



Kelihatan gak teman-teman ... Adakah yang bisa membaca tulisan yang tertera di papan kayu itu?

Nah, kata-kata itu merupakan pesan atau "wejangan" dari Raden Qosim, alias Sunan Drajat di Lamongan. Saudara kandung dari Sunan Bonang di Tuban, dan merupakan putra dari Sunan Ampel, pendiri Ampel Denta di Surabaya.  Jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia artinya;

"Berilah tongkat pada orang yang buta, 
Berilah makanan pada orang yang kelaparan,  
Berilah payung pada orang yang kehujanan, 
Berilah pakaian pada orang yang telanjang." 

Pesan ini intinya supaya manusia bisa saling memanusiakan manusia lainnya, dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai kebutuhannya, atau sesuai dengan porsinya masing-masing.

Dengan demikian, perwujudan dari tulisanku mengarah ke "non fiksi", baik itu artikel, opini, atau puisi. Meski dalam diksinya masih sangat terbatas. Namun dilain waktu, aku juga suka menulis cerpen atau lebih tepatnya cerpen yang diambil dari kisah nyata, baik itu tentang sejarah, romantika, atau ibrah dari kehidupan seseorang.

Bingung juga ya ... Jenis apa yang lebih dominan dari tulisanku ini?.. Entahlah. Yang terpenting bagiku sekarang ini, mampu mengikuti dan memahami materi yang disampaikan oleh para pejuang literasi yang sudah ahli dibidangnya dan mampu menjawab semua tantangan yang diberikan.

Dengan harapan, semoga kedepannya tulisanku bisa lebih berwarna dan bisa konsisten dalam dunia literasi, Aaamiiin....

💪🤗Salam Literasi ✌️

Rabu, 18 September 2019

Ai Laf Yuu

Alif fathah, Ya' sukun, dibaca ...
Lam fathah, Fa' sukun, dibaca ... 
Ya' dhomah, Wawu sukun, dibaca ... 

Candaan menggunakan huruf hijaiyah yang satu ini sering diucapkan santri putra pada santri putri.  Meski sekedar kelakar, hal itu tetap terlarang dan terdapat hukuman jika ketahuan oleh salah satu ustadnya selama masih dalam lingkup pesantren.

Kenapa? Karena di dalam Pesantren, yang paling ditekankan adalah tentang budi pekerti atau akhlak. Meskipun ada yang menggabungkan santri putra dan santri putri dalam satu kelas, tetap ada peraturan yang mengikat. Atau batasan yang tidak boleh dilanggar keduanya, seperti mengobrol berduaan, mengirim surat atau benda, mengutarakan perasaan, atau lainnya. Dan siapapun yang melanggar, harus bersiap menerima hukuman sesuai yang telah ditetapkan.

Santri, pada dasarnya sama seperti murid-murid di sekolah lain. Bedanya, mereka di asramakan dengan beberapa peraturan yang mengikat. Adapun ujian yang pasti dilalui oleh para santri adalah;

1. Penyakit Gatal.
Dalam hal ini, gatal bisa bermacam-macam. Bisa gatal karena gudik atau penyakit kulit, bisa juga gatal karena kutu di kepala.

2. Ghosob/mengambil tanpa izin.
Banyaknya santri terkadang menimbulkan beberapa masalah, seperti "kehilangan". 
Ghosob artinya meminjam tanpa izin terlebih dahulu, sehingga pemiliknya tidak mengetahui dimana barangnya.  Ada kalanya barang yang hilang itu kembali, tetapi banyak pula yang hilang, entah kemana. Disinilah santri diuji untuk bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan barang-barang miliknya.

3. Pacaran/menyukai lawan jenis.
Menyukai lawan jenis itu memang fitrah. Namun selama masih dalam Pesantren, mereka dilarang berpacaran, karena bertentangan dengan akhlak yang diajarkan. Selain itu, hubungan lawan jenis yang belum sah, bisa menimbulkan banyak fitnah dan menjadikan pikiran terkuras oleh hal-hal yang tidak bermanfaat.

Siapapun yang dapat melalui tiga jenis ujian dalam kehidupan Pesantren, maka titel "SANTRI" berhak mereka sandang sampai akhir pembelajaran di Pesantren. Tentunya dengan beberapa kreteria yang harus dimiliki setiap santri; pintar, dermawan, sabar, ada modal/biaya, ada gurunya, dan ditempuh dalam kurun waktu yang panjang.

Hidup SANTRI💪😄

*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*+*







Selasa, 17 September 2019

Nyawa Ganda

Kau datang tanpa panggilan
Kau pergi tanpa pamitan
Ribuan kilo telah kau lewatkan
Bersama kaki kecil yang tak beralaskan

Bukan salahmu tak bisa bicara
Bukan salahmu meminta-minta
Hanya mereka tak punya perasaan
Sekedar berbagi walau secuil makanan

Kau makhluk bernyawa ganda
Pasti mampu melawan dunia
Bertemu mereka yang sesungguhnya
Menerimamu apa adanya

Datang dan pergi
Berjalan dan berlari
Meminta dan diberi
Hidup dan mati
Kembali pada ilahi

Mati satu tumbuh seribu
Walau berakhir menjadi debu
Karmamu tetap berlaku
Pada mereka yang tak adil padamu

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Senin, 16 September 2019

Gema

Aku, kamu, kita

Langit begitu mendung. Nampak arak-arakan awan hitam yang mulai menggulung. Dua orang muda mudi nampak berdiri di samping bangunan tua yang terletak di sudut kampus. Sekelilingnya banyak tumbuh pohon akasia yang menjulang dan menghalangi sinar mentari. Gedung itu disebut "Gema" atau gedung mahasiswa yang sudah tua bangunannya namun masih kokoh dan sesekali masih difungsikan pada event tertentu.

 Senja kala itu nampak senyap di sekitar gedung, tidak ada lagi mahasiswa yang lalu lalang, hanya dua orang yang berdiri berhadapan dengan raut muka serius dan saling memandang, nanar.

"Pagi ini, aku sudah mendengar semuanya dari mbak Indah. Apa benar begitu? Kenapa bisa seperti ini, kenapa? Apa yang salah denganku?" Suara lelaki itu nampak berat dan matanya berkaca-kaca.

"Maafkan aku, cak Bin. Kita tidak bisa  lagi melanjutkan hubungan ini", gadis muda itu menatap sedih lelaki dihadapannya sambil memegang erat tali tas selempang yang dibawanya. Sesekali ia melempar pandangan ke arah lain, seakan berusaha menyembunyikan gejolak batinnya.

"Kenapa? Kenapa kamu bohong? Kenapa kamu berkhianat atas janji kita?" Lelaki itu tak kuasa menahan kesedihannya. Ia mengusap air mata dan meninggikan suaranya,
"Bukankah kita telah berjanji untuk saling menjaga sampai pernikahan nanti?". Ia terdiam beberapa saat,
"Ibuku telah memberi restu, keluargaku telah menerimamu. Kenapa kamu yang mengingkari janji kita? Kenapa?"

Wanita dihadapannya tak mampu lagi membendung air mata yang tumpah ruah membasahi jilbab putihnya,
"Maafkan aku, Cak ... Aku hanya mengikuti keinginan orangtua. Aku tidak mengkhianatimu, aku masih sayang padamu, dan aku masih sama seperti dulu. Tetapi mau bagaimana lagi."
Ia terisak,
"Mohon maafkan aku, maafkan..."

Langit seakan mengerti pilu hati keduanya. Ia menumpahkan air dari langit hingga menyamarkan airmata keduanya. Hening ...

"Kamu tega, Lan. Kamu telah berdusta padaku. Kamu mengingkari janji kita. Ingat saja apa nanti karma yang akan kau dapat." Suara parau lelaki itu menggema bersamaan dengan suara petir yang menyambar.

"Sungguh maafkan aku. Aku bisa apa? Aku ini perempuan! Aku tidak mungkin menolak! Apa perlu aku memberontak pada orang tuaku? .. Atau mungkin  ... aku mati saja." Suara parau gadis itu ditengah isak tangisnya yang semakin pecah. Nampak berulang kali ia mengusap matanya dengan jilbab yang telah basah oleh hujan. Menggigil ... Senyap, hanya hujan yang semakin deras.

"Hentikan. Jangan bicara sembarangan." Kaki lelaki itu maju beberapa langkah, terdiam. Seakan ia hendak menggerakkan tangannya, namun diurungkan. Hanya menatap.

"Makanya maafkan aku. Mohon ikhlaskan kepergianku. Aku berdoa semoga engkau mendapat pengganti yang lebih baik," Suara gadis itu mengiba.

"Terserah apa katamu, Lan. Aku sangat kecewa, dan kamu telah mengkhianatiku."

Lelaki itu berpaling meninggalkan sang gadis yang hanya bisa memandangi punggungnya, samar diantara kilatan halilintar. Ia hanya mampu menangisi jejaknya yang terhapus oleh hujan. Dan bayangan keduanya disamarkan oleh senja yang mulai memanggil malam.


Bulan, nama gadis itu. Ia sakit parah setelah pertengkaran di samping Gema. Ia merasa telah menyakiti hati lelaki yang pernah singgah di hatinya. Dilain sisi, ada nilai mata kuliah yang bermasalah hingga harus berhadapan dengan dosen pengampunya yang killer. 
Dalam keputusasaan yang mendalam, tiba-tiba terdengar bunyi sms yang masuk ke gawainya, ia memandang layar yang bertuliskan nama "Bintang".

"Mbak, maafkan aku. Aku memang keras kepala. Sampean patuh pada orang tua itu yang benar. Lekas sembuh ... Nanti kubantu mengurus nilai saat sudah balik ke kampus."

Singkat padat bunyi sms yang tertera. Namun, ada binar kebahagiaan di mata gadis itu yang tak  mampu dijelaskan. Ia tersenyum sambil mengusap air matanya ....

@to be continue@



Kamis, 12 September 2019

Odop

ODOP

One Day One Post namanya
Simple dan klasik terlihat logonya
Penuh makna tulisan di bawahnya
Sejuta manfaat disebarkan didalamnya ...

Dua ribu enam belas mulai berdirinya
Oleh bang Syaiha sebagai foundernya
Yang menjadi ketua Forum Lingkar Pena sebelumnya
Lalu mendedikasikan ilmu serta raganya demi dunia kata ...

Wahai teman seperjuangan
Mari berusaha sekuat tenaga
Saling support serta memberi masukan
Supaya kita mampu menjawab semua tantangan yang ada ...

Siapkan kuotamu
Siapkan bacaan serta ide pikiranmu
Dalam enam puluh hari kedepan
Mengenal bermacam jenis penulisan ...

Meski sesibuk apapun aktifitasmu
Seberapa berat pekerjaanmu
Seberapa suntuk hatimu
Semua itu bukan alasan, karna yang ditunggu adalah tulisanmu ....

*-* ____________________________^-^




🥀 Tips saat menjadi moderator bedah tulisan di grup ODOP:

1. Siapkan kuota penuh.
Kenapa? Karena saat memakai wi-fi, bisa jadi sewaktu-waktu mati lampu atau jaringan bermasalah, repot kan?😁

2. Pastikan tugas kita aman.
Paling tidak, sudah ada gambaran untuk bisa mengerjakannya dengan cepat lalu segera posting.

3. Sempatkan BW(blog walking).
Karena kita ada tanggung jawab tambahan sebagai moderator yang mengawal jalannya diskusi dalam grup, maka jika ada waktu luang harus disempatkan untuk BW dan segera list. Jika tidak segera, pasti lupa dan tiba-tiba mata sudah merem.

4. Buat catatan di kertas.
Masukan dari teman-teman grup, sebisa mungkin dicatat lagi di kertas. Selain untuk memudahkan pengumpulan kritik dan saran untuk penulis yang tulisannya sedang dibedah, bisa juga untuk absensi. Siapa saja nama yang aktif atau ikut terlibat saat diskusi.

5. Komunikasi dengan orang sekitar.
Jika kita sudah berkeluarga atau ketika dalam forum, informasikan kepada orang disamping kita bahwa kita sedang mengerjakan tugas lewat gawai(kulwap/kuliah whatsap). Supaya tidak ada dusta diantara kita, eh ... Tidak ada kesalahpahaman diantara kita😄😉🤗

Ganbatte Kudasai 💪


Pribadi Hebat

Pikiran sehat adalah pribadi yang sehat         Buku Pribadi Hebat ditulis oleh Prof. Dr. Hamka dengan penerbit Gema Insani....