Minggu, 24 November 2019

GURU

Siang yang begitu terik. Jalanan penuh debu yang tertiup angin. Angin yang berhembus tidak lagi sejuk, hingga keringat mengucur membasahi baju seragam yang masih harus dipakai sampai sore nanti. Anak-anak berjalan gontai memasuki kelas seakan mereka ingin menyerah untuk saat ini. 

Aku tersenyum pada mereka setelah mengucap salam dan mengatakan "Hari ini adalah hari yang spesial karena diperingati sebagai hari guru. Apakah kalian ingin mendengar tentang guru-guruku?" 
"Iya ... ", serentak mereka menjawab penuh kebahagiaan. 

"Guru adalah orangtua kedua kita. Ada tiga orangtua bagi kehidupan kita ini. Pertama orangtua biologis atau yang telah melahirkan, yang kedua adalah guru, dan yang terakhir adalah mertua. Saya memiliki dua kisah yang sangat berkesan dan bisa kalian ambil pelajaran. 

Pertama, suatu ketika ada teman sedaerah yang dihukum sangat berat. Ia dipukul menggunakan kayu berkali-kali, diseret keluar kelas, dibentak, dicaci, bahkan disuruh menghadap guru yang mengajar kitab ta'lim(adab) yang terkenal sangat menakutkan. 

Oleh guru ta'lim ia dipukul keras sampai suara pukulannya terdengar dari kelas saya. Saat bel istirahat, kami antar dia ke asrama sambil sesenggukan. Karena tidak tahan melihat teman yang dihukum seperti itu hanya karena ia membuka laci guru kami, saya pun ikut marah dan merasa benci pada guru itu. 

Tanpa diduga saat itu juga saya dipanggil untuk setor hapalan, karena masih marah, hapalan itu tiba-tiba lenyap dan saya pun dapat hukuman. Sakit karena hukuman itu telah lama hilang. Namun, akibat dari rasa benci dan tidak ikhlas saat itu menjadikan ilmu yang diajarkan oleh guru tersebut hilang dari ingatan. Dan hal ini sangat  saya sesalkan. 

Kisah kedua, ada seorang guru yang menegur muridnya yang salah. Namun murid itu marah dengan kemarahan yang sangat hingga kakinya menghentak lantai dan tangannya menggebrak bangku. Guru tersebut hanya diam dan menyuruh sang murid kembali ke bangkunya. 

Saya ikut gemetar melihat suasana saat itu karena kebetulan kita sekelas. Tanpa sengaja saya yang mencuri pandang kearah guru tersebut ketahuan dan dipanggil menghadap beliau. Ternyata saya diminta setor hapalan. Dalam suasana yang mencekam, terdengar lirih ucapan beliau pada saya yang mengatakan bahwa saya bukanlah murid yang pandai seperti teman-teman, tetapi saya tidak pernah marah atau membantah. Dan beliau mendoakan semoga kehidupan saya berkah. 

Begitulah kedua kisah tersebut. Satu tentang keberkahan hidup karena doa tulus dari guru. Satu lagi tentang kemarahan atau tidak ikhlasnya saya pada guru saat itu hingga menutup kemanfaatan ilmu. Dari dua kisah ini, dapat kalian ambil pelajaran bahwa keberkahan hidup kita ditentukan oleh orangtua kita, termasuk guru kita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "ridha Allah terletak pada ridhanya orangtua." 

Kamipun mengakhiri perjumpaan siang ini dengan saling bersalaman. 




Nganjuk, 25 Nopember 2019

Guru, digugu lan ditiru


9 komentar:

  1. Tetimakasih ibu dan bapak guru, semoga peluhnya tercatat sebagai amal ibadahnya

    BalasHapus
  2. Guru itu pelita kehidupan, tapi saat ini posisi guru sering kali disalahkan. Kemanakah sosok guru yang disegani dan dihormati itu? Jiwa yang selalu diharapkan oleh semua murid.

    BalasHapus
  3. ila hadroti guru, yang mengajarkan kami baca tulis sedari kecil... al fatihah

    BalasHapus
  4. Selamat hari guru.semangat buat guru - guru ^^

    BalasHapus
  5. Doa terbaik kita selalu untuk guru-guru dan anak didik kita ...

    BalasHapus

Pribadi Hebat

Pikiran sehat adalah pribadi yang sehat         Buku Pribadi Hebat ditulis oleh Prof. Dr. Hamka dengan penerbit Gema Insani....