Rabu, 30 Oktober 2019

Rel Berdarah (2)

Zahra namanya, nama yang indah dengan makna "bunga". Pantas disandang olehnya karena selain memiliki paras yang cantik, tutur katanya sangat lembut. Bahkan siapapun yang pernah berbicara dengannya, pasti merasa sungkan jika harus meninggikan suara, apalagi marah terhadapnya. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi.

Pendidikan Bahasa Arab adalah jurusan yang ia ambil. Kami semakin akrab manakala pernah bersama mengikuti suatu lomba di kampus. Dia sangat pandai dan tidak banyak bicara. Suatu ketika dia mengajakku berbelanja di "Giant" yang dekat kampus. Sengaja kami berjalan kaki sambil mengobrol sepanjang perjalanan.

"Zi, kamu punya pacar? Atau seseorang yang kamu suka?" Tanya dia tiba-tiba.
"Aku punya pacar? Enggaklah. Kalau suka sih ada," aku menyamai langkahnya,
"Kenapa? Kamu punya pacar? Atau lagi suka seseorang?"
"Mmm ... Bagaimana ya,"
Kami bergandeng tangan menyeberangi jalan raya.
"Aku suka seseorang sebenarnya, tetapi ya ... Suka saja, tidak mungkin kukatakan padanya." Jawabnya malu.
"Teman kelas kita? Siapa-siapa?" Aku menggodanya,
"Pasti teman kelas kita ya, Aldi? Ulil? Ilham? Atau Nizar? Mm ... Kayae gak mungkin lek arek iku". Gumamku sambil menaiki eskalator.
"Yang nomor dua."
"Nomor dua? Hah, si Ulil? Beneran kamu suka Ulil?"
"Hust ... Jangan keras-keras." Dia menutup mulutku.

Kami membeli es "Cone" dan mencari tempat duduk.
"Beneran sama Ulil?"
"Mm ... Iya. Tetapi jangan bilang dia ya."
"Gak janji aku." Dia mencubit pahaku.
"Aduh duh duh ..." Aku meringis kesakitan.

Begitulah obrolan kami beberapa bulan lalu sebelum hari naas itu. Aku sangat terpukul kehilangannya, dan aku tau Ulil lebih terpukul lagi. Mereka berdua saling suka, saling menjaga, saling mengerti, namun meraka juga tidak pernah mau mengungkapkan perasaan masing-masing.

Aku sebagai teman dari keduanya, sangat tidak terima orangtua Zahra menyalahkan Ulil hanya karena Ulil-lah yang terakhir menelpon Zahra tepat sebelum terjadi kecelakaan itu.
"Anakku tertabrak kereta gara-gara menerima telepon darimu."
Begitulah yang dituduhkan orangtua Zahra padanya. Dan sekarang, Ulil harus menghadap ke kantor polisi. Untuk apa?


#Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pribadi Hebat

Pikiran sehat adalah pribadi yang sehat         Buku Pribadi Hebat ditulis oleh Prof. Dr. Hamka dengan penerbit Gema Insani....